Friday, March 24, 2023
Home Teknologi BRIN Ganti Baterai Buoy Usai Banjir Kritik Soal Anggaran InaTEWS

BRIN Ganti Baterai Buoy Usai Banjir Kritik Soal Anggaran InaTEWS

Media Indo Pos,Jakarta – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengaku mengganti baterai buoy usai mendapat kritik soal ketiadaan anggaran khusus buat program Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS).

“Yang buoy masih kita pantau. Kita lihat baru saja ada penggantian baterai,” ungkap Kepala Biro Komunikasi Publik Umum dan Kesekretariatan BRIN Driszal Friyantoni, di kantornya, Jakarta, Jumat (3/2).

Diberitakan sebelumnya, pemeliharaan alat bernama resmi InaBuoy itu mandek karena ketiadaan anggaran khusus, senasib dengan program InaTEWS. Kantor Indonesia Tsunami Observation Center (InaTOC), yang menjadi pusat pemantauan data dari buoy dan fasilitas pemantau lainnya, pun terpantau kosong tanpa aktivitas.

Terpisah, Kepala Organisasi Riset Elektronika dan Informatika BRIN Budi Prawara mengungkapkan usia InaBuoy sudah mencapai dua tahun sejak pertama kali diluncurkan. Kini, alat-alat itu mati.

“Kenapa rusak? Karena umurnya sudah dua tahun. Memang karena itu memakai sumber energi dari baterai yang harus diganti,” kata dia, dikutip dari detikcom, Jumat (3/2).

Lokasi buoy pendeteksi tsunami itu, kata dia, antara lain di lautan dekat Bengkulu, laut dekat anak Gunung Krakatau, Selat Sunda, laut selatan Pangandaran, selatan Jawa Timur, laut selatan Bali, dan laut selatan Waingapu di Sumba Timur.

Kenapa tak diprioritaskan?
BRIN mengungkapkan priroritas anggaran yang tak berpihak pada buoy itu disebabkan berbagai hal.

Pertama, Budi mengungkapkan alat-alat itu belum sepenuhnya beroperasi dan masih dalam tahap penelitian. “Buoy yang kita kembangkan ini statusnya masih riset, belum operasional,” kata dia.

Dsrizal menambahkan pihaknya tengah melakukan riset lain untuk menghasilkan teknologi deteksi tsunami yang bagus, canggih, dan murah namun tetap mengeluarkan hasil yang akurat.

“Mumpung masih riset, kita coba juga melakukan riset terkait dengan kebencanaan itu untuk menghasilkan suatu teknologi canggih, bagus dan operasionalnya murah. Nanti detailnya, kita panggil teman kita,” tutur dia.

Hal tersebut sejalan dengan tugas BRIN untuk melakukan riset yang penuh inovasi sehingga bisa menemukan penemuan-penemuan yang lebih baik dan efisien. “Itu sedang dilakukan. Kita lihat juga kan di berita bahwa si Buoy sedang kita lakukan penggantian baterai karena ada beberapa yang sudah habis masanya,” katanya.

Kedua, potensi hilang alat. Driszal mengungkap InaBuoy yang berada di tengah laut sebenarnya berpotensi hilang hingga membutuhkan pemeliharaan yang menghabiskan biaya sangat tinggi.

Ketiga, biaya operasional tinggi. Menurut Budi, satu unit buoy bisa memakan biaya miliaran rupiah. “Ada kendala, termasuk biaya operasionalnya. Untuk men-deploy buoy ini butuh biaya besar,” kata dia.

Keempat, dasar hukum. Budi mengungkap dulunya negara mengamanatkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk memonitor tinggi muka air laut.

Lembaga yang kini dicaplok BRIN itu kemudian mencurahkan riset buoy tersebut dengan dasar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami.

Saat BPPT sudah tidak ada, yang kemudian diambil BRIN, apakah Perpres itu sudah tidak berlaku lagi?

“Kita sudah mengajukan legislasi menyampaikan ke biro hukum BRIN. Kita perlu konfirmasi. Memang berat juga. Kita jangan dibebani oleh operasional karena BRIN adalah badan riset,” jawab Budi.(Red)


close






Oh hi there 👋
It’s nice to meet you.

Sign up to receive awesome content in your inbox, every month.

We don’t spam! Read our privacy policy for more info.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments